BLOOMING EYES



Aurin, gadis usia 16 tahun, baik hati, dia tinggal bersama bibinya. Dia buta sejak kecil, di sebabkan kecelakaan yang merenggut kedua orang tuanya saat dia berusia 3 tahun. Banyak orang yang tidak mau berteman dengannya, bahkan di sekolah dia selalu menjadi bahan tertawaan orang-orang. Semua mengejeknya, hingga suatu saat ketika dia jatuh di halaman sekolah ketika waktu pulang. Seorang laki –laki tampan, baik hati menolongnya dan membantunya berdiri.
“Kamu tidak apa-apa?” ucap laki-laki itu.
            “Tidak, siapa kamu?”
“Namaku Rio, kamu sendiri?”
“Aku Aurin, terima kasih ya kamu telah menolongku.”
“Sama-sama, lebih baik kamu ku antar pulang”

            Rio pun mengantarkan Aurin pulang, sesampainya di rumah Aurin menceritakan kejadian itu pada bibinya. Aurin biasa bercerita pada bibinya, karena satu-satunya orang yang mau mendengar ceritanya hanyalah bibinya.

            Hari demi hari berlalu, Rio semakin dekat dengan Aurin. Suatu sore di saat senja datang, Aurin duduk di pinggir jendela kamarnya.  Tiba-tiba bel berbunyi, bibinya membukakan pintu, ternyata itu kiriman mawar untuk Aurin, dan secarik kertas yang berisi kata-kata indah yang dapat menyentuh hati Aurin. Bibi mengantarkannya pada Aurin. “Rin ini ada kiriman bunga mawar dan surat, bibi gak tau dari siapa, tidak ada pengirimnya” ucap bibi sedikit heran.
“Bi, bisa bacakan surat itu untu Aurin?” Tanya Aurin.
“Begini isinya, Ambillah mawar itu, Bunga mawar merah yang indah itu melambangkan  bahwa masih ada yang mengagumimu setiap waktu. Kamu tak akan pernah sendiri, aku akan di sini menemanimu selalu, menjagamu di saat kau butuh aku.”
“Hanya itu bi? Iya Rin Cuma ini dan sama sekali tidak ada identitas pengirimnya.”
“Siapa ya bi? Aku penasaran”
“Gak tau juga nih”

            Esok paginya Rio menjemput Aurin untuk berangkat sekolah bersama, dia membawakan Aurin nasi goreng buatannya.
 “Rin aku bawakan sesuatu untukmu, coba kamu cium aromanya”
“Wah.. tampaknya lezat, apa ini Rio?” Jawab Aurin dengan gembira.
“Ini nasi goreng buatanku, kamu harus coba, rasanya sangat lezat, karena aku membuatnya dengan penuh cinta”

“Bisa saja kamu ini, baiklah aku coba” Ucap Aurin dengan senyuman manisnya.
“Oke biar aku suapin”
            Rio menyuap Nasi goreng itu, dia melihat Aurin yang tampak bahagia. Dia berfikir, bahkan Aurin yang tidak dapat melihat pun masih bisa tersenyum gembira, mengapa dia selalu mengeluh dengan penyakitnya. Padahal dia juga bisa memanfaatkan waktunya untuk hal yang membuatnya senang sebelum dia pergi. Rio pun bertanya pada Aurin.
“Rin apa sih yang paling kamu inginkan di hidupmu ini?”
“Keinginanku?”
“Ya, bolehkah aku tau?”
“Aku…   aku ingin dapat melihat memandangan alam dari atas bukit yang sangat tinggi.”
“Hanya itu kah?”
“Ya, mungkin ini hayal, tapi itu lah yang aku inginkan”
“Menurutku tidak, itu bagus kok”

Hari-hari berikutnya mereka melewati itu bersama, Rio selalu menjaga Aurin, melindunginya, dan selalu menghiburnya. Suatu ketika Rio hendak mengungkapkan perasaannya, karena dia sadar bahwa ia menyukai Aurin sejak awal mereka bertemu.
“Rin kamu mau gak aku ajak ke suatu tempat?”
“Kemana? Percuma juga kamu ajak aku pergi, aku juga gak bisa melihat keindahan tempat itu.” Jawab Aurin sedikit menyesal.
“Kamu bisa merasakan udaranya yang sejuk, mau ya? Aku mau ngomong sesuatu sama kamu”
“Baiklah aku mau.”  Lalu Rio membawa Aurin ke pinggir danau. Sesampainya di sana dia berkata pada Aurin, bahwa mereka sedang berada di pinggir danau. Rio mengajak Aurin duduk pada sebuah bangku di tepi danau itu.
“Rin boleh aku cerita?”
“Apa Rio?”
“Aku menyukai seorang gadis, dia baik, cantik, ramah, menurutmu lebih baik aku mengatakan perasaanku padanya atau tidak”

Dalam hatinya Aurin sangat menginginkan jika gadis itu adalah dia, dia bergumam dalam hati andai gadis yang di cintai Rio itu aku, tapi…. Itu tidak mungkin.
“Lebih baik kamu utarakan padanya, itu lebih baik”
“Rin…” sahut Rio dengan lembut.
“Ya kenapa, apa ada yang salah dengan ucapanku?”
“Sama sekali tidak, kamu mau tau siapa gadis itu?”
“Memangnya siapa?” Tanya Aurin penasaran.
“Gadis itu adalah kamu Rin” Jawab Rio dengan semangatnya.
“Aku? Kamu pasti bercanda”
“Gak Rin aku serius, maukah kamu jadi kekasihku?”
“Aku pingin pulang, tolong antarkan aku pulang”
“Tapi jawab dulu Rin”
“Maaf Rio, Aku gak bisa jawab itu, aku ingin pulang” Desak Aurin, dia ragu apakah ia pantas untuk Rio. Dia gak mau Rio menderita bersamanya. Rio pun mengantar Aurin pulang tanpa berkata sepatah katapun. Sampai di rumah Aurin langsung masuk ke kamarnya. Dia terdiam memikirkan ucapan Rio tadi, dia mengelak bahwa tadi Rio hanya bercanda. Kemudian bibinya masuk ke kamar Aurin dan bertanya dia kenapa.
“Bibi, salahkah jika aku yang buta ini menyukai seorang laki-laki yang sangat baik hati?”
“Ya tidak, memang siapa yang kamu suka?” Jawab bibinya penasaran
“Dia temanku, mungkinkah dia tulus menyayangiku bi?”
“Coba kau Tanya sama hatimu, apa yang kamu rasakan, kamu pasti tau yang terbaik untukmu”

Esok paginya Rio menjemput Aurin untuk pergi ke sekolah bersama, Rio juga menanyakan lagi apakah Aurin mau menerimanya dan kali ini Aurin mengiyakan dia menerima Rio menjadi kekasihnya. Spontan Rio memeluk Aurin, dia sangat senang.
Sore itu sepulang sekolah setelah Rio mengantar Aurin pulang, dia pergi ke rumah sakit. Dia bertemu dokter Budi, kali ini bukan membahas tentang penyakit Leukimia yang di deritanya tapi membahas donor mata untuk Aurin yang akan ia berikan. Rio sangat ingin Aurin gadis yag ia cintai dapat bahagia dan ia berniat akan memberikan hadiah bahagia itu pada ulang tahun Aurin yang ke 17 tahun, tepatnya 1 bulan lagi.

Setelah dari rumah sakit, Rio mengajak Aurin untuk pergi ke bukit. Di sana dia berkata :
“Aurin aku punya kabar gembira buat kamu”
“Apa Rio?” Tanya Aurin penasaran.
“Aku menemukan donor mata yang cocok untuk kamu, dan bentar lagi kamu dapat melihat pemandangan dari atas bukit ini, seperti yang kamu inginkan waktu itu.”
“Benarkah? Kamu serius kan Rio?” Tanya Aurin terkejut, dia sangat bahagia, apalagi yang dia tau Rio telah mencarikan donor untuknya. Tanpa ia ketahui sebenarnya pendonor itu adalah Rio.
Rio tersenyum puas, menjawab :
“Ya itu benar Rin”
“Rasanya aku gak sabar untuk hari bahagia itu, aku bakal bisa melihatmu, bibi, dan semua di dunia ini. Kamu tau Rio? Hari ini aku sangat bahagia”
“Ya aku juga bahagia, bentar lagi orang yang sangat aku cintai akan dapat tersenyum melihat dunia yang indah ini.”
Jawab Rio dan tanpa dia sadari, dia meneteskan air mata. Air mata yang mengandung arti bahagia namun menyayat luka di hati Rio. Karena setelah oprasi mata itu berlangsung, dia akan pergi dari dunia ini, dari kehidupan Aurin. Gadis yang sangat dia cintai sampai kapanpun.

Hari berlalu begitu cepat tak terasa seminggu lagi adalah hari ulang tahun Aurin yang ke 17 dan merupakan hari oprasi mata itu. Rio menghabiskan saat-saat terakhirnya itu bersama gadis yang sangat dia sayangi Aurin. Gadis yang dapat membuatnya bangkin dan tetap bertahan hanya untuk Aurin. Walau sebentar lagi semua akan berakhir, dan akan menggoreskan luka di hati gadis itu.

Rio membuat sebuah vidio untuk Aurin, berisi ucapan selamat ulag tahun, rasa terimakasih, dan pesan untuk Aurin. Rio memberikan vidio pada bibi Aurin sambil menjelaskan semuanya. Bibi Aurin menangis tak henti mendengarnya. Dia bergumam dalam hati, betapa besar pengorbanan Rio untuk keponakannya itu. Aurin sangat beruntung memiliki Rio di hidupnya.

Sehari sebelum oprasi itu berlangsung, Rio mengajak Aurin pergi ke bukit itu. Dia berkata :
“Aku pingin setelah oprasi itu berhasil kamu datang ke bukit ini, aku akan menunggumu di sini.”
“Iya aku janji, aku akan datang ke bukit ini”
“Hanya ini yang bisa aku berikan padamu Rin”
“Apa maksutmu Rio?” Aurin tak mengerti apa yang di maksut Rio.
“Ini adalah kado ulang tahunmu dariku, aku tidak dapat memberi apapun untukmu, hanya ini yang aku miliki dan hanya ini yang dapat ku beri untukmu” Ucap Rio sambil menitihkan air mata.
“Apa yang kamu katakan? Aku cukup bahagia bisa bersamamu”
“Nanti kamu akan mengerti apa maksutku. Untuk sekarang biar semua jadi sebuah teka teki untukmu.”

Saat yang di tunggu-tunggu tiba, oprasi pendonoran mata itu berlangsung. Di luar ruang oprasi, bibi Aurin menangis tersedu-sedu, dia tidak pernah mengira ini akan terjadi. Rio sudah terlalu baik pada Aurin. Dia telah mengorbankan segalanya untuk Aurin. Setelah Aurin tersadar dokter berkata, perban ini akan di buka seminggu lagi. Jadi bersabarlah.




Seminggu setelah oprasi, saat membuka perban itu Aurin bertanya pada bibinya.
            “Bi, kenapa seminggu ini Rio tidak menjengukku, apa dia sudah tidak tidak mau bertemu denganku.”
            “Bukan sayang, bahkan Rio sangat menyayangimu, nanti kamu akan tau semua”
            “Padahal dia tau orang yang pertama ingin aku lihat saat aku membuka mata ini adalah dia bi”
           
            Bibinya menangis, sambil memberikan dvd berisi vidio Rio untuk Aurin, isinya :
“Selamat ulang tahun Aurin sayang. Kornea mata itu aku persembahkan untukmu sebagai hadiah ulang tahunmu dan tanda cintaku untukmu. Semoga kamu menyukainya, hanya ini yang dapat aku berikan untukmu. Rin sekarang kamu sudah bisa melihat ku, dan bentar lagi kamu akan dapat melihat pemandangan memalui atas bukit. Ingat kamu janji padaku akan ke sana setelah kamu dapat melihat. Aurin ketahuilah, aku sakit leukemia, bagaimanapun tidak akan mungkin aku dapat bersamamu, menemani harimu. Aku harap setiap kamu melihat, kamu tetap akan mengingatku, mengingat kenangan kita. Sampai kapanpun aku tetap mencintaimu Rin, walau aku telah pergi tapi yakinilah bahwa aku akan tetap berada di sisimu. Kamu tidak boleh menangis, kamu harus kuat dah harus bisa menggapai impianmu. Selamat tinggal Aurin.” 

Dalam video itu Rio tersenyum dan terlihat sangat bahagia. Terakhir dia melambaikan tangan untuk Aurin. Sambil melihat video itu Aurin menangis sejadi-jadinya. Dia terisak, video itu menggoreskan luka yang mendalam untuknya. Tiba-tiba dia keluar dan berlari menuju bukit.
“Aku harus ke sana, Rio berjanji padaku kita akan melihat keindahan alam dari atas bukit itu. Dia berjanji akan menungguku datang di atas bukit itu.” Ucap Aurin yang berlari menuju bukit sambil membawa dvd dari Rio.
Sampai di atas bukit dia melihat musim semi yang indah, bunga bermekaran di bukit itu, sangat indah sekali, membuat yang melihat merasa bahagia. Tak pernah dia melihat pemandangan yang indah seperti itu. Pemandagan musim semi yang sangat menakjubkan. Dia menangis tak henti-hentinya. “Aku berjanji Rio, kenangan tentang dirimu akan selalu terkenang sampai kapan pun.” Batinnya.
Hari-hari Aurin berikutnya dia lalui dengan gembira dan penuh keceriaan, sekarang dia memiliki banyak teman. Dan di penghujung tahun dia berhasil lulus kuliah dan memperoleh gelar sarjana.


Weleri,  6 Juni 2014
Nadia Agnes Rasheesa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamat pagi, semesta

Pesan Untukmu

Pertemuan dan Awal Kisah Kita